Sunday, April 1

Klimaks bantahan piramid Jawa Barat

Share on :

Bantahan tentang keberadaan piramid di dalam Gunung Padang dan Gunung Sadahurip Jawa Barat "mencapai titik klimaks" di Gedung Pusat Arkeologi Nasional Jakarta.

Pada Kamis, (29/3) sejumlah arkeolog, geolog, vulkanolog, astronom, bahkan speleolog (ahli gua) serta berbagai pakar disiplin ilmu lain bertemu Pusat Arkeologi Nasional untuk berdiskusi sekaligus mempertanyakan metode dan hasil penelitian Tim Peneliti Bencana Katastropik Purba yang dilansir pada akhir 2011.

Tim Katastropik yang beranggotakan Danny Hilman dan Andang Bachtiar itu menduga terdapat bangunan menyerupai piramid di dalam Gunung Padang dan Gunung Sadahurip. Dugaan tersebut berdasarkan hasil penelitian mereka dengan mengebor dan melakukan pemetaan geolistrik ke dalam gunung.

Pada awal Maret 2012, staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arif, yang membawahkan Tim Katastropik kemudian menggalang dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melanjutkan penelitian dengan tujuan menelusuri peristiwa alam yang mampu melenyapkan peradaban manusia.

Arkeolog Universitas Gajah Mada, Daud Aris Tanudirjo, mengatakan terlalu awal untuk menyatakan keberadaan piramid di dalam Gunung Padang.

“Tapi kalau bangunan kuno yaitu punden berundak di atas gunung itu, memang benar,” kata Daud.

Lebih lanjut Daud meragukan pemakaian bor dalam proses penelitian Tim Katastropik karena hasil penelitian arkeologis dengan metode penggalianpun terkadang masih meleset.

"Sampel karbon dari tanah yang diambil dengan dibor kemudian dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Tapi apakah karbon itu terkait betul dengan bangunannya atau tidak? Itu belum diketahui,” kata Daud.

Bantahan Daud dikuatkan pakar geologi gunung api Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Sutikno Bronto, yang menjelaskan Gunung Padang merupakan salah satu leher lava gunung api purba dengan struktur kekar kolom.

“Struktur kekar kolom itu sudah roboh dan berserakan, kemudian ditata oleh manusia masa lalu sebagai punden berundak untuk lokasi pemujaan,” kata Sutikno.

Lebih lanjut Sutikno menambahkan bentuk batuan beku berstruktur kolom dan plat dari terobosan semi gunung api pada Gunung Padang dapat menyerupai piramid terpendam.

"Sebaiknya, informasi tentang adanya bangunan piramid cukup sebagai cerita fiksi penambah daya tarik wisata alam,” kata Sutikno.

Terkait bangunan punden berundak yang disebutkan Daud dan Sutikno, Peneliti Senior Pusat Arkeologi Nasional, Truman Simanjutak mengatakan situs itu sudah lama dikenal sebagai bangunan megalitik yang diperkirakan ada sekitar 500 tahun sebelum masehi atau Masa Perundagian.

"Balok-balok batu prismatik itu memang disusun manusia. Jadi, (balok batu) itu diambil dari bawah dan dibawa ke atas untuk dibangun tempat-tempat persembahan,” katanya.

Truman mengatakan proses pembentukan batu kekar kolom di Gunung Padang memang alamiah sedangkan bukti campur tangan manusia pada Situs Gunung Putri dapat diketahui dari adanya pengunci pada batu agar struktur bangunan tetap kokoh.

"Ya mungkin sudah ada kota di sekitar (situs) itu karena ada ribuan balok batu. Untuk membawa balok ke atas (gunung) dan membangunnya tentunya dibutuhkan banyak orang. Artinya sudah ada masyarakat dengan populasi padat di sekitar itu,” kata Truman.

Sementara, Danny Hilman yang juga hadir dalam diskusi di Pusat Arkeologi Nasional itu enggan memberi tanggapan tentang batahan terhadap temuan penelitian Tim Katastropik.

“Iya itu...kan moderator bilang seperti itu,” jawab Denny ketika ANTARA News bertanya apakah akan ada penelitian lanjutan di Gunung Padang.

Meskipun penelitian Tim Katastropik mendapat banyak bantahan, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Yunus Satrio Atmojo, mengatakan pernyataan piramid di Gunung Padang oleh Andi Arif di sejumlah media massa nasional merupakan pernyataan hipotesis yang memerlukan penelitian lanjutan.

“Kami juga ingin sampaikan kepada publik agar tidak terburu-buru mengaitkan Indonesia dengan Mesir. Semua yang diinformasikan kepada publik harus bisa diverifikasi,” kata Yunus.

Penelitian arkeologi, menurut Yunus, memang memerlukan dukungan disiplin ilmu lain seperti geologi.

“Para geolog membicarakan temuan ribuan tahun lalu, sedangkan arkeolog bicaranya ratusan tahun.

Arkeolog melihat benda-benda temuan yang (pernah) dipakai ( manusia), kalau tidak ada sisanya baru disepakati kemungkinan struktur geologi,” kata Yunus.

Di sisi lain, perdebatan para ilmuan tentang keberadaan piramida di bawah Situs Gunung Padang yang muncul di media massa justru berkontribusi positif terhadap pariwisata Cianjur.

“Sebelum muncul pemberitaan tentang Situs Gunung Padang, jumlah pengunjung yang tercatat sekitar dua hingga tiga ribu orang dalam sebulan,” kata Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, Imam Haris.

Imam mengatakan peningkatan pengunjung terjadi pada Februari hingga Maret 2012 dengan rata-rata kunjungan hingga tiga ribu orang setiap minggunya.

Sumber

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...