Monday, June 18

Review: Di Timur Matahari (2012)

Share on :



Inilah cerita anak-anak dari Papua, pulau paling timur dari Indonesia, dimana disana mereka menunggu kehadiran sosok Guru untuk mengajar mereka. Rasa haus pendidikan dari Mazmur, Thomas dan kawan-kawannya. Dengan bantuan Pendeta Samuel, Ibu Dokter Fatimah, Om Ucok dan Om Jolex, mereka mendapatkan banyak pengetahuan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, keadaan yang awalnya tenang dan damai, berubah menjadi keruh ketika ada masalah menimpa penduduk disana. Michael, salah satu keturunan Papua yang sudah sukses dan tinggal di Jakarta pun harus kembali ke Papua bersama istrinya, Vina, karena keadaan yang mendesak tersebut.


Semenjak film Denias, nampaknya konsistensi Ari Sihasale dengan Nia istrinya untuk membuat film dengan tema anak dan pendidikan di dalamnya nampaknya terjaga sampai di tahun 2012 ini. Kualitas film mereka pun tidak terlalu mengecewakan sama sekali di setiap filmnya. Melalui film Di Timur Matahari, Ari kembali ingin menunjukkan anak-anak di sisi pedalaman, yang kini berada di Papua. Dengan mengandalkan lokasi yang sudah dikenal indah dengan keadaan gunung, dan hutan-hutan, nampaknya menjadi keunggulan dari film ini. Penonton terlihat dimanjakan dengan hasil sinematografi disepanjang film ini.



Selain sinematografi yang begitu apik, kehadiran paduan suara anak-anak Papua mengkumandangkan lagu-lagu berbau pendidikan, semakin terlihat film ini untuk anak-anak. Namun sayangnya, kehadiran anak-anak ketika bernyanyi terlihat sedikit sekali di sepanjang film ini. Yang cukup disayangkan dari film ini adalah, cerita yang ditulis Jeremias Nyangoen terlihat begitu berat ketika harus menyelipkan konflik tradisi adat istiadat di film ini. Kalau saja film ini lebih fokus untuk masalah anak-anak yang mengeluhkan guru dan pendidikan, pasti akan jauh lebih menarik. Sebenarnya memasukkan adat istiadat di film ini tidak sepenuhnya salah, akan tetapi terlihat kurang pas saja jika untuk anak-anak yang menonton film ini.

Film Di Timur Matahari pun nampaknya menjadi film tercepat tahap shooting (awal tahun 2012) dan setelah shooting (sebelum bulan Juni 2012) di filmography seorang Ari Sihasale. Dari deretan para pemain, nampaknya tidak perlu diragukan lagi seperti Lukman Sardi, Laura Basuki, Ririn Ekawati (yang disini tampil tanpa kerudung, yang biasanya di sepanjang film sebelum ini selalu memakai kerudung), dan Ringgo Agus Rahman. Pemain pendukung dan yang menjadi anak-anak Papua di film ini nampaknya juga tidak kalah menarik dengan pemain yang sudah jauh lebih makan asam garam di dunia perfilman. Akhir kata, film Di Timur Matahari memiliki keindahan dari sinemtografi dan scoring namun terlalu berat dari segi konflik cerita di film ini. :Salam JoXa:

Trailer:


0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...